SEJARAH ASAL
USUL SAMBAS
Sejarah tentang asal usul kerajaan Sambas tidak bisa
terlepas dari Kerajaan di Brunei Darussalam. Antara kedua kerajaan ini
mempunyai kaitan persaudaraan yang sangat erat.
Pada jaman dahulu, di Negeri Brunei Darussalam, bertahtalah
seorang Raja yang bergelar Sri Paduka Sultan Muhammad. Setelah beliau wafat,
tahta kerajaan diserahkan kepada anak cucunya secara turun temurun. Sampailah
pada keturunan yang kesembilan yaitu Sultan AbdulDjalil Akbar. Beliau mempunyai
putra yang bernama sultan Raja Tengah. Raja tengah inilah yang telah datang ke
Kerajaan Tanjungpura (Sukadana). Karena prilaku dan tata kramanya sesuai dengan
keadaan sekitarnya, beliau disegani bahkan Raja Tanjungpura rela mengawinkan
dengan anaknya bernama ratu Surya. Dari perkawinan ini terlahirlah Raden
Sulaiman. Saat itu di Sambas memerintah seorang ratu keturunan Majapahit
(Hinduisme) bernama Ratu Sepudak dengan pusat pemerintahannya di Kota Lama
kecamatan Telok Keramat sekitar 36 Km dari Kota Sambas. Baginda Ratu Sepudak
dikaruniai dua orang putri. Yang sulung dikawinkan dengan kemenakan Ratu
Sepudak bernama raden Prabu Kencana dan ditetapkan menjadi penggantinya. Ketika
Ratu Sepudak memerintah, tibalah raja Tengah beserta rombongannya di Sambas.
Kemudian banyak rakyat menjadi pengikutnya dan memeluk agama Islam.
Tak berapa lama, Ratu Sepudak wafat. Menantunya Raden Prabu
Kencana naik tahtadan memerintah dengan gelar Ratu Anom Kesuma Yuda. Pada
peristiwa bersamaan putri kedua Ratu Sepudak yang bernama Mas Ayu Bungsu kawin
dengan Raden Sulaiman (Putera sulung Raja Tengah. Perkawinan ini dikaruniai
seorang putera bernama Raden Boma. Dalam pemerintahan Ratu Anom Kesuma Yuda,
diangkatlah pembantu-pembantu Administrasi kerajaan. Adik kandungnya bernama
Pangeran Mangkurat ditunjuk sebagai Wazir Utama. Bertugas khusus mengurus
perbendaharaan raja, terkadang juga mewakili raja. Raden Sulaiman ditunjuk
menjadi Wazir kedua yang khusus mengurus dalam dan luar negeri dan dibantu
menteri-menteri dan petinggi lainnya. Rakyat lebih menghargai Raden Sulaiman
daripada Pangeran Mangkurat, hingga menimbulkan rasa iri di hati Pangeran
Mangkurat.
Suatu ketika tangan kanan Raden Sulaiman bernama Kyai Satia
Bakti dibunuh pengikut Pangeran Mangkurat. setelah dilaporkan kepada raja, ternyata
tak ada tindakan positif, suasana makin keruh. Raden Sulaiaman mengambil
kebijaksanaan meninggalkan pusat kerajaan, menuju daerah baru dan mendirikan
sebuah kota dengan nama Kota bangun. Jumlah pengikutnyapun makin banyak. Hal
ini telah mengajak Petinggi Nagur, Bantilan dan Segerunding mengusulkan untuk
berunding dengan Ratu Anom Kesuma Yuda. Hasil mufakat keduanya meninggalkan
kota lama. Raden Sulaiman menuju kota Bandir dan Ratu Anom Kesuma Yuda
berangkat menuju sungai Selakau. Kemudian agak ke hulu dan mendirikan kota
dengan ibukota pemerintahannya diberi nama Kota Balai Pinang.
Meninggalnya Ratu Anom Kesuma Yuda dan Pangeran Mangkurat,
putera Ratu Anom yang bernama Raden Bekut diangkat menjadi raja dengan gelar
Panembahan Kota Balai. Beliau beristrikan Mas Ayu Krontiko, puteri Pangeran
Mangkurat. Raden Mas Dungun putera raden Bekut adalah Panembahan terakhir Kota
Balai. Kerajaan ini berakhir karena utusan Raden Sulaiman menjemput mereka
kembali ke Sambas. Kurang lebih 3 tahun kemudian berdiam di Kota Bandir, atas
hasil mufakat, berpindahlah mereka dan mendirikan pusat pemerintahannya di
Lubuk Madung, pada persimpangan tiga sungai : sungai Sambas Kecil, Sungai Subah
dan Sungai Teberau. Kota ini juga disebut orang ”Muara Ulakan”. Kemudian
keraton kerajaan dibangun dan hingga kini masih berdiri megah.
Di tempat inilah raden sulaiman dinobatkan menjadi Sultan
Pertama di kerajaan Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Syafeiuddin I.
Saudara-saudaranya, Raden Badaruddin digelar pangeran Bendahara Sri Maharaja dan
Raden Abdul Wahab di gelar Pangeran Tumenggung Jaya Kesuma. Raden Bima (anak
Raden Sulaiman) ke Sukadana dan kawin dengan puteri raja Tanjungpura bernama
Puteri Indra Kesuma (adik bungsu Sultan Zainuddin) dan dikaruniai seorang
putera diberinama Raden Meliau, nama yang terambil dari nama sungai di
Sukadana. Setahun kemudian merka pamit ke hadapan Sultan Zaiuddin untuk pulang
ke Sambas, oleh Raden Sulaiman dititahkan berangkat ke Negeri Brunai untuk
menemui kaum keluarga. Sekembalinya dari Brunai, Raden Bima dinobatkan menjadi
Sultan dengan gelar Sultan Muhammad Tadjuddin. Bersamaan dengan itu, Raden
Akhmad putera Raden Abdu Wahab dilantik menjadi Pangeran Bendahara Sri
Maharaja. Wafatnya Sultan Muhammad Tadjuddin, pemerintahan dilanjutkan
Puteranya Raden Meliau dengan gelar Sultan Umar Akamuddin I.
Berkat bantuan permaisurinya bernama Utin Kemala bergelar
Ratu Adil, pemerintahan berjalan lancar dan adil. Inilah sebabnya dalam sejarah
Sambas terkenal dengan sebutan Marhum Adil, Utin Kemala adalah puteri dari
pangeran Dipa (seorang bangsawan kerajaan Landak) dengan Raden Ratna Dewi
(puteri Sultan Muhammad Syafeiuddin I).
Wafatnya Sultan Umar Akamuddin I, Puteranya Raden Bungsu
naik tahta dengan gelar Sultan Abubakar Kamaluddin. Kemudian diganti oleh
Abubakar Tadjuddin I. Berganti pula dengan Raden Pasu yang lebih terkenal
dengan nama Pangeran Anom. Setelah naik tahta beliau bergelar Sultan Muhammad
Ali Syafeiuddin I. Sebagai wakilnya diangkatlah Sultan Usman Kamaluddin dan
Sultan Umar Akamuddin III. Pangeran Anom dicatat sebagai tokoh yang sukar
dicari tandingannya, penumpas perampok lanun. Setelah memerintah kira-kira 13
tahun (1828), Sultan Muhammad Ali Syafeiuddin I wafat. Puteranya Raden Ishak
(Pangeran Ratu Nata Kesuma)baru berumur 6 tahun. Karena itu roda pemerintahan
diwakilikan kepada Sultan Usman Kamaluddin.
Tanggal 11 Juli 1831, Sultan Usman Kamaluddin wafat, tahta
kerajaan dilimpahkan kepada Sultan Umar Akamuddin III. Tanggal 5 Desember 1845
Sultan Umar Akamuddin III wafat, maka diangkatlah Putera Mahkota Raden Ishak
dengan gelar Sultan Abu Bakar Tadjuddin II. Tanggal 17 Januari 1848 putera
sulung beliau yang bernama Syafeiuddin ditetapkan sebagai putera Mahkota dengan
gelar Pangeran Adipati. Tahun 1855 Sultan Abubakar Tadjuddin II diasingkan ke
Jawa oleh pemerintah Belanda (Kembali ke Sambas tahun 1879). Maka sebagai wakil
ditunjuklah Raden Toko’ (Pangeran Ratu Mangkunegara) dengan gelar Sultan Umar
Kamaluddin. Pada tahun itu juga atas perintah Belanda, Pangeran Adipati
diberangkatkan ke Jawa untuk study.
Tahun 1861 Pangeran Adipati pulang ke Sambas dan diangkat
menjadi Sultan Muda. Baru pada tanggal 16 Agustus 1866 beliau diangkat menjadi
Sultan dengan gelar sultan Muhammad Syafeiuddin II. Beliau mempunyai dua orang
istri. Dari istri pertama (Ratu Anom Kesumaningrat) dikaruniai seorang putera
bernama Raden Ahmad dan diangkat sebagai putera Mahkota.
Dari istri kedua (Encik Nana) dikaruniai juga seorang putera
bernama Muhammad Aryadiningrat. Sebelum manjabat sebagai raja, Putera Mahkota
Raden Ahmad wafat mendahului ayahnya. Sebagai penggantinya ditunjuklah anaknya
yaitu Muhammad Mulia Ibrahim. Pada saat Raden Ahmad wafat, Sultan Muhammad
Syafeiuddin II telah berkuasa selama 56 tahun. Beliau merasa sudah lanjut usia,
maka dinobatkan Raden Muhammad Aryadiningrat sebagai wakil raja dengan gelar
Sultan Muhammad Ali Syafeiuddin II.
Setelah memerintah kira-kira 4 tahun, beliau wafat. Roda
pemerintahan diserahkan kepada Sultan Muhammad Mulia Ibrahim. Dan pada masa
pemerintahan raja inilah, bangsa Jepang datang ke Sambas. Sultan Muhammad Mulia
Ibrahim adalah salah seorang yang menjadi korban keganasan Jepang. Sejak saat
itu berakhir pulalah kekuasaan Kerajaan Sambas. Sedangkan benda peninggalan
Kerajaan Sambas antara lain tempat tidur raja, kaca hias, seperangkat alat
untuk makan sirih, pakaian kebesaran raja, payung ubur-ubur, tombak canggah,
meriam lele, 2 buah tempayan keramik dari negeri Cina dan kaca kristal dari
negeri Belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar